Saturday, February 12, 2011

Beranda » Duka Shubuh Sang Imam

Duka Shubuh Sang Imam

Tidak seperti biasanya, azan subuh yang sudah dikumandangkan 15 menit yang lalu belum juga dilanjutkan dengan sholat subuh berjamaah. Imam rawatib yang dinantikan jemaah belum juga tiba di Masjid. Memang hanya iman bergelar Magister Agama inilah yang paling layak untuk mengimami sholat berjamaah di masjid yang megah ini. Beberapa jamaah pun mulai terlihat satu pandangan kearah pintu masuk masjid, sekiranya sosok imam yang selalu memakai sarung dan jas itu segera tiba. Namun beberapa lainnya terlihat tertunduk, mungkin sedang berdzikir atau malah mengantuk.

Namun diluar dugaan, sang imam tiba-tiba saja langsung muncul masuk dan menuju sajadah imam. Rupanya beliau masuk melalui 'pintu darurat imam' yang biasanya digunakan untuk keluar masjid jika sholat batal. Lalu sholat subuh berjamaah pun segera dimulai walaupun  disertai iringan gumaman beberapa jamaah yang kesabarannya habis menunggunya dari tadi.

Dan ketidakbiasaan pun terjadi kembali, bacaan sholat sang imam yang biasanya merdu, fasih, bertajwid sedikit terganggu dengan isak tangisnya. Hal ini kembali membuat jamaah menjadi tidak nyaman. Bahkan mungkin jamaah yang tadi sedikit terluka atas penantian beliau, semakin bertambah luka hatinya. Semakin jelas terdengar gumaman luka hati yang tersalurkan melalui batuk yang menyinggung. Dengan berkecambuknya bermacam pikiran dari kondisi ini tentunya cukup mengganggu kekhusyukan sholat subuh ini.

Lalu keanehan ketiga, setelah salam sang imam langsung bangkit bergegas menuju ruangan yang terhubung dengan 'pintu darurat imam' tadi. Dimana wirid dan do'a yang seharusnya dilakukan di waktu mustajab ini? Rupanya tak lama sang imam kembali namun dengan mendekap sesuatu benda yang dibalut kain putih. Sang imam pun berkata "Innalillahi wa innailaihi rajiuun. Sebelumnya saya mohon maaf jika mengganggu jamaah sekalian. Saya ingin menyampaikan berita duka bahwa yang saya gendong ini adalah anak saya yang meninggal dini hari tadi. Saya mohon maaf atas keterlambatan tadi karena saya harus memandikan jenazah anak saya terlebih dahulu. Selanjutnya saya mohon keikhlasan jamaah sekalian melaksanakan sholat jenazah untuk anak saya".

Dan seketika suasana di masjid menjadi hening. Berita sang imam telah membungkam para jamaah beserta setiap nafas yang tadi begitu garang bergumam. Sholat jenazah pun segera diikuti jamaah, mengikuti imam yang tetap mendekap mayyit anaknya di dada. Empat takbir pun berlalu dan ditutup dengan salam. Lalu jamaah bersama-sama mendekati sang imam dan beberapa orang bergantian menggendong jenazah. Sedangkan yang lainnya menyalami serta mendekap sang imam sekiranya hal tersebut dapat memberikan ketenangan kepadanya.

Akhirnya semua ketidakbiasaan itu terjawab, walaupun dengan jawaban yang jauh diluar perkiraan. Hal ini telah memberikan pelajaran berharga bahwa ketenangan, kesabaran dan berprasangka baik akan senantiasa menjaga hati dan menentukan bagaimana seseorang bersikap. Dan tentunya pelajaran terpenting bahwa kematian bisa datang kapan pun, dimana pun, dan dalam kondisi apa pun. Setiap saat kita perlu mengevaluasi dan merencanakan pengelolaan ladang amal ibadah apakah semakin subur dan membawa berkah, atau semakin gersang yang tak menghasilkan bekal apapun di kehidupan akhirat kelak.

SUMBER