Sebagaimana diberitakan beberapa hari terakhir ini di sejumlah media, terkait kedatangan pegiat lesbian dari Kanada, Irshad Manji, yang berbuntut pelarangan kegiatan oleh pihak kepolisian karena tidak mendapatkan ijin, semakin dijadikan momentum oleh kaum liberalis Indonesia dibawah naungan Jaringan Islam Liberal (JIL) sebagai momen untuk mengambil hati masyarakat Indonesia sebagai kaum tertindas, minoritas, dan layak mendapatkan simpati dan dukungan oleh semua pihak.
Terbukti, dengan kekuatan media yang mereka kuasai, telah berhasil membangun opini publik dengan seolah-olah berada pada posisi yang benar dan sedang mengalami berbagai tekanan, baik itu yang datang dari kalangan Ormas masyarakat, ataupun juga yang datang dari kalangan kepolisian. Pemberitaan yang muncul, nyaris telah mengaburkan latarbelakang dan apa yang menjadi pemicu sehingga harus muncul berbagai teriakan dan penolakan dari banyak kalangan terutama Ormas Islam.
Terlepas dari kasus Irshad Manji, kedepan dan seterusnya selagi eksistensi dari kaum liberalisme (baca : JIL) masih diberi tempat dan dibiarkan mendapat fasilitas , maka keresahan demi keresahan yang menyangkut perusakan akidah, akan terus mengalir deras di negeri ini . Sejatinya, JIL yang menurut para pegiatnya sebagai kaum pembaharu dan modern dalam berfikir, bila diteliti lebih jauh, sebenarnya wacana-wacana dan konsep-konsep yang dikumandangkan telah pernah dikembangkan sebelumnya oleh kalangan orientalis barat dalam proses sekularisasi dan liberalisasi Islam. Atas dasar ini, maka sekilas sudah terlihat persamaa gagasan antara Orientalis barat dengan apa yang diusung JIL. Hal ini menimbulkan kecurigaan tentang misi yang sedang diperjuangkan JIL, apakah misi tersebut murni untuk merubah wajah islam, atau misi ini hanya sebuah pesanan.Apalagi tokoh-tokoh yang sering dibanggakan oleh JIL adalah orang-orang yang telah mencatat sejarah hitam dalam Islam dengan menjadi perpanjangan tangan dari kaum Orientalis dalam upaya menggerogoti Islam dari dalam.
Sebut saja Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis. Ia menggagas tafsir al-Qur`an model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur`an itu mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur`an adalah ideal moralnya, karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan.
Demikian juga ada Salman Rushdie, yang terang-terangan telah menghujat Islam dengan menyebut Al-qur’an adalah Ayat-ayat Syetan menjadi tokoh paling populer dikalangan Islam Liberal.
Fauzi Baadila : Indonesia Lebih Asyik Tanpa JIL
Dari kondisi yang semacam itulah, artis cakep satu ini, Fauzi Baadila merasa prihatin dan ikut merasa terpanggil jiwanya untuk ikut ambil bagian dalam memerangi pemikiran liberal melalui JIL.
Meski mengakui dirinya masih ‘begajulan’, Fauzi memiliki komitmen yang kuat dalam membela Islam dan melawan pemikiran liberal, terutama melalui aktivitasnya di Twitter. Kontribusi dan semangatnya luar biasa, dan kerendahhatiannya pun perlu dicontoh oleh semua orang.
Ia pun terlibat dalam sebuah aksi damai yang di pelopori Forum Umat Islam (FUI) , dalam tema #INDONESIA TANPA JIL, pada 09 Maret 2012 lalu yang dihadiri oleh kurang lebih 3000-an umat Islam. Aksi yang cukup besar, namun tidak diangkat sama sekali oleh media mainstrem. Sangat berbeda bila yang mengadakan belasan kaum liberal dengan tema menyudutkan Islam atau ormas Islam, media dengan sigap untuk terus memberitakannya. Inilah bukti kekuatan JIL sudah mengakar dikalangan media.
Fauzi Baadila pun dengan sangat berani mengeluarkan video yang menampakkan ketegasannya untuk memerangi JIL agar Indonesia lebih baik. Video yang diunduh di youtube dengan tema #IndonesiaTanpaJIL dan diberi judul “Fauzi Baadila for #IndonesiaTanpaJIL !“. Video diawali dengan kemunculan Fauzi Baadila yang mengucapkan “Indonesia Tanpa JIL” seraya mengacungkan jari telunjuknya.
Kemudian video dengan latarbelakang suasana jalanan tersebut memunculkan tulisan “Karena Indonesia Lebih Asik Tanpa JIL (Jaringan Islam Liberal)”, dan ditutup dengan tulisan #IndonesiaTanpaJIL serta logo Twitter dan Facebook.
Inilah wujud keberimanan seorang Fauzi Baadila sehingga ia berani dan lantang membela aqidah dari pemikiran-pemikiran nyeleneh yang merusak Islam.
Jika Fauzi Baadila berani menyuarakan “Indonesia Lebih Asyik Tanpa JIl”, bagaimana
dengan anda??
dengan anda??