Monday, February 21, 2011

Beranda » William Suhaib Webb: Mualaf yang Menjadi 500 Muslim Berpengaruh di Dunia

William Suhaib Webb: Mualaf yang Menjadi 500 Muslim Berpengaruh di Dunia

Kakeknya adalah seorang pengkhutbah gereja. Dari ceramah-ceramah sang kakek, ia mengetahui banyak hal tentang Kristen. “Aku bukan orang yang tidak mengenal agamaku dengan baik. Aku mengenalnya, tidak menerimanya, dan kemudian tidak mempercayainya.”

Cucu sang pengkhutbah gereja itu bernama William Webb. Saat berusia 20 tahun, ia memperlengkap namanya menjadi William Suhaib Webb sebagai penanda identitas barunya. Ia resmi menjadi Muslim setelah tiga tahun gamang dengan agamanya.


“Aku pergi ke gereja tiga kali seminggu. Dan aku juga membaca Bibel,” katanya saat diwawancarai dalam program islami independen “The Deen Show”. Meski bukan umat Kristen yang taat, Webb mengaku mengetahui banyak hal tentang Kristen dari aktivitas keagamaan yang dilakukannya, serta dari ceramah kakeknya.

Ia menuturkan, sejak masih muda Webb telah merasa tak mampu mencerna informasi dan ajaran agamanya tentang Trinitas. “Bahwa Tuhan ada tiga atau bahwa ia adalah satu dari tiga.” Selain itu, dari kitab suci yang dibacanya, Webb menemukan dua tuhan berbeda dari kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. “Sejak itu, aku tidak bisa lagi mempercayai ajaran agamaku,” ujarnya.

Webb lalu mendatangi ibunya dan bertanya tentang Yesus Anak Tuhan yang mati untuk menebus dosa-dosa umatnya. “Aku bertanya apakah itu inti dari penebusan dosa. Ia (ibuku) menjawab ‘Ya’.” Tak puas, Webb mengejar dengan pertanyaan lainnya. “Lalu bagaimana dengan para Nabi yang diutus sebelum Yesus? Tak satupun dari mereka percaya pada ketuhanan Yesus.”

Pada titik itu, Webb mengetahui bahwa para nabi, terutama Ibrahim dan Musa yang disebutkan dalam Alkitab, berdoa dan menyembah satu tuhan. “Bahkan Yesus sendiri tidak pernah mengatakan dirinya Tuhan, dan dia juga berdoa pada Tuhannya,” katanya.

Tak mendapat jawaban dari sang ibu, Webb memulai pencariannya. Tiga tahun lamanya pria kelahiran 1972 ini membaca Alquran, kitab yang banyak didengarnya dari khutbah kakeknya. Selain itu, hal lain yang mendorongnya mendekati Alquran adalah stigma positif tentang Islam kala itu.

“Tidak seperti sekarang, pada masa itu kami (masyarakat AS) berpikiran bahwa para Muslim adalah orang-orang yang benar.” Bahkan, katanya, ada pendapat yang mengatakan bahwa siapapun yang ingin menjadi orang benar dan lurus, ia harus bergaul dengan Muslim.

Dalam Islam, Webb menemukan jawaban atas segala pertentangannya terhadap ajaran agama terdahulunya. Ketika diminta menjelaskan tentang Allah, Webb mengatakan Allah adalah satu Dzat yang unik. “Karena ia tak menyerupai apapun dan siapapun. Wa lam yakullahuu kufuwan ahad.”

“Karena itu, Allah tidak mungkin punya anak. Jika Ia beranak, maka Ia menyerupai makhluknya.” Mengenai dosa warisan, Webb tegas menjawab Islam hanya percaya pada fitrah yang dibawa manusia sejak lahir. “Konsep dosa warisan itu tidak adil, sedangkan Allah bukan Dzat Yang tidak adil,” tegasnya.

Pada usia 14 tahun, krisis keyakinan dalam diri Webb menjelma pada ketidakpercayaan pada agama yang dipeluknya, dan mulai terlibat kenakalan dan bergabung dengan sebuah geng lokal. Ia juga menjadi seorang DJ hip-hop dan produser lokal yang sukses, serta melakukan rekaman bersama sejumlah artis.

Namun demikian, dengan semua itu, Webb mengaku tak bahagia. “Aku sukses secara materiil, namun secara interal merasa kosong,” katanya. Kekosongan itu membuatnya kerap merasa tertekan dan sedih. “Padahal hidupku dikelilingi uang, perempuan, klub, dan geng yang hebat. Semua berjalan dengan baik,’ katanya.

Setelah masuk Islam, Webb meninggalkan karirnya di dunia musik yang telah menghidupinya itu. Ia mengikuti gairahnya menyelami dunia pendidikan. Setelah memperoleh gelar sarjananya di University of Central Oklahoma, ia berguru intensif mengenai ilmu-ilmu Islam dari seorang ulama terkenal berdarah Senegal.

Lalu, sejak 2004 hingga 2010, Webb mendalami Islam di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Kairo. Selama periode tersebut, setelah beberapa tahun belajar bahasa Arab dan hukum Islam di sana, ia menjadi kepala Departemen Penerjemahan Inggris di Darul Iftah al-Misriyyah. Di luar disiplin ilmu yang ditekuninya, Suhaib menyelesaikan hafalan Alqurannya di Makkah, dan telah mendapatkan sejumlah ijazah (lisensi yang menunjukkan standar keulamaan yang tinggi).

Kini, Suhaib Webb adalah Muslim Amerika yang juga dikenal sebagai pendidik, aktivis, dan dosen. Karya-karyanya menjembatani pemikiran Islam klasik dan kontemporer. Ia membidik isu-isu relevansi budaya, sosial, dan politik bagi kelangsungan Muslim di Barat.

Webb juga diminta menjadi imam di Komunitas Islam Oklahoma, di mana ia rutin memberikan khutbah, mengajar kelas-kelas agama, dan menjadi konselor bagi keluarga dan pemuda Muslim di sana. Di luar itu, ia menjadi imam dan pemuka agama bagi komunitas-komunitas di seluruh penjuru AS.

Webb pernah menggalang dana sebesar 20.000 dollar AS untuk janda dan anak-anak pemadam kebakaran yang tewas dalam serangan 11 September. Sebagai mualaf, Webb mengaku hidup di tengah masyarakat non-Muslim di AS bukan hal yang mudah. Di tengah kecurigaan dan islamofobia di kalangan masyarakat AS, ia bertekad untuk terus menunjukkan citra Islam yang sesungguhnya dan menciptakan kehidupan beragama yang harmonis.

Selain itu, Webb telah memberikan kuliah di berbagai belahan dunia termasuk Timur Tengah, Asia Timur, Eropa, Afrika Selatan, dan Amerika Utara. Sepulangnya dari Mesir, ia tinggal di wilayah Teluk, Kalifornia, di mana ia bekerja bersama Komunitas Muslim Amerika sejak musim gugur 2010 hingga musim dingin 2011.

Belum lama ini, ia menerima sebuah posisi sebagai imam Pusat Budaya Komunitas Islam Boston (masjid terbesar di wilayah New England) hingga ia memutuskan untuk membawa keluarganya ke Boston dan menetap di sana.

Pada 2010, Royal Islamic Strategic Studies Center memasukkannya ke dalam daftar 500 Muslim Paling Berpengaruh di Dunia. Dan laman situs internetnya, www.suhaibwebb.com, terpilih sebagai “Blog of The Year” terbaik setahun sebelumnya.