Mereka juga diminta menilai rasa kesepian dengan mencatat seberapa banyak mereka setuju atau tidak setuju dengan pernyataan seperti: “Saya merasa sendirian di sekolah,” dan “Saya memiliki banyak teman di kelas.”
Anak-anak itu juga disuruh menilai popularitas teman sekelasnya. Caranya, mereka diminta membayangkan perjalanan wisata sekolah dengan seluruh teman sekelas. Lalu, mereka mesti memilih tiga teman sekelas yang paling disukai dan sedikit disukai selama perjalanan.
Hasilnya, anak-anak yang populer di sekolah menilai kemampuan atletiknya tinggi. Hasil ini juga sama dengan penilaian teman sebayanya. Sementara anak yang kesepian tidak mempertimbangkan diri sebagai seseorang yang atletis. Pernyataan ini juga disetujui oleh teman sekelasnya.
Yang mana yang hadir dulu: kesepian atau kurangnya kemampuan olahraga? Penelitian ini, menurut para penulis, adalah yang pertama melihat topik antara kesepian dan kurangnya kemampuan olahraga. Mungkin saja anak yang kesepian memperkirakan terlalu berlebihan ketidakmampuan mereka dalam berolahraga.
Namun, ujar para peneliti, anak-anak bisa kesepian untuk banyak alasan terlepas dari soal olahraga. Kemampuan atau kompetensi atletik bisa jadi salah satu faktor saja. (sumber)