KOMPAS.com – Setelah bercerai, perempuan disinyalir lebih bahagia, sedangkan pria cenderung sakit-sakitan dan tidak panjang umur. Mengapa demikian?
Perceraian adalah proses yang melelahkan, secara fisik dan terlebih secara emosi. Namun, menurut penelitian yang dilakukan oleh Centre for Research in Employment, Skills and Society, Sekolah Bisnis yang berlokasi Kingston, Inggris, kepada 10.000 peserta mengatakan, bahwa setelah bercerai pria cenderung 'menyakiti' diri sendiri, stres berkepanjangan dan mengonsumsi alkolhol secara berlebihan. Sedangkan perempuan, mereka lebih bahagia, menikmati hidup dan cepat beradaptasi pada perubahan dalam hidup mereka.
Seperti yang diungkapkan oleh Chris McIntosh, Director of Divorce Easily and HuffPost UK, "Penelitian ini mengindikasikan bahwa kesulitan mengutarakan perasaan yang dialami pria, sama sekali tidak membantu mereka. Perceraian adalah kenyataan hidup yang tragis dan melelahkan, mengalihkan kekecewaan pada alkohol sangat berbahaya. Apabila pria tidak merasa nyaman melontarkan rasa sedih, kecewa dan lukanya pada kerabat, disarankan mereka meminta rujukan untuk berkonsultansi kepada pakar. Di mana mereka akan memberikan bimbingan, juga panduan untuk membantu mereka menemukan kebahagiaan baru."
Pada laman The Guardian, Luisa Dillner menyoroti pada fakta bahwa setelah proses perceraian berselang, pria kerap menghadapi masalah kesehatan yang serius.
"Duda memiliki peluang meninggal lebih cepat" tulis Dillner, "Mereka melampiaskan stres pada minuman beralkohol, kecanduan narkoba dan potensi bunuh diri 39 persen lebih tinggi dibandingkan pria menikah."
Mengingat sepertiga dari pernikahan di Inggris berakhir dengan perceraian, maka melihat duda depresi yang hipertensi, bukanlah kenyataan yang menyenangkan.
Kondisi perempuan yang lebih leluasa dalam 'menumpahkan' perasaannya dengan kerabat, dinilai sebagai 'pelindung' mereka dari benturan emosi dengan risiko mental yang tidak stabil.
Dan Liz Copeland pun mengamini fakta tersebut, "Perempuan dan pria mengatasi stres dengan cara yang tidak sama. Mungkin terasa lebih mudah bagi perempuan, karena mereka terbiasa berbagi suka duka bersama keluarga dan sahabat. Dan itu adalah bagian dari terapi mengeluarkan segala kecewa, luka dan rasa lega secara verbal. Cara ini sangat efektif untuk melalui fase transisi''
Mengatasi luka setelah perceraian memang tidak semudah mengatakannya, meskipun begitu cara yang disarankan oleh Copeland berikut, mungkin saja bisa membantu pria dalam meredakan rasa sakit hati
Jangan malu untuk membicarakan perasaan Anda kepada kerabat atau keluarga. Tetapi, pilihlah seseorang yang memiliki pikiran terbuka, tidak menghakimi dan pendengar yang baik. Dengan begitu, rasa sesak dalam dada akan terasa lebih longgar dan pikiran menjadi lebih ringan.
Stres adalah sinyal bagi Anda untuk melakukan perubahan. Seorang terapis profesional memahami apa yang Anda butuhkan, teori apa yang harus diterapkan, inilah cara yang mereka gunakan untuk mendukung Anda meraih kebahagiaan dan tahap hidup yang baru.
Sayangilah diri Anda. Bebaskan diri dari 'kepungan' depresi, tidak ada yang bisa menolong sebaik Anda sendiri yang melakukannya.
Fakta bahwa pria lebih rapuh menghadapi kekecewaan emosi, menurut Profesor Ridwan Shabsingh, Cornel University, dan Presiden dari Society of Men's Health, seperti yang dilaporkan oleh The Daily Mail, "Persepsi yang beredar di lingkungan sosial, mencitrakan pria sebagai sosok yang tangguh dan kuat dibandingkan perempuan, menyulitkan pria untuk melontarkan apa yang mereka rasakan dalam hati. Padahal, faktanya pria juga memiliki hati yang bisa terluka, patah dan terpuruk".
Sumber :
Editor :
D. Syafrina Syaaf
http://female.kompas.com/read/xml/2013/10/08/1901504/Mengapa.Duda.Lebih.Sering.Sakit.sakitan.