Sunday, February 27, 2011
Ternyata Suamiku Tak Mau Mati Demi Aku?...
Bismillahir-Rahmanir-Rahim ..Suami ku adalah seorang insinyur, aku mencintai sifatnya yg alami & aku menyukai perasaan hangat yg muncul dihatiku, ketika aku bersandar di bahunya yg bidang. 3th dalam masa perkenalan dan 2th dalam masa pernikahan harus aku akui, bahwa aku mulai lelah, alasan-alasanku yg dulu mencintainya mulai berubah menjadi sesuatu yg
menjemukan.
Aku seorang wanita yg sentimentil, aku merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yg menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah aku dapatkan. Suamiku jauh berbeda dari yg aku harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapanku akan cinta yg ideal.
Suatu hari aku beranikan diri untuk mengatakan keputusanku kepadanya, bahwa aku menginginkan perceraian.
“Mengapa?” dia bertanya dengan terkejut.
“Aku lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yg aku inginkan.”
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya. Tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak. Kekecewaanku semakin bertambah, seorang pria yg bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya. Apalagi yg bisa aku harapkan darinya?
Dan akhirnya dia bertanya.”Apa yg aku dapat lakukan untuk merubah pikiranmu?”
Aku menatap matanya dalam-dalam.
Kujawab dengan pelan, “Aku punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hatiku, aku akan merubah pikiranku.”
“Seandainya, aku menyukai setangkai bunga indah yg ada di tebing gunung dan kita berdua tahu Jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati, Apakah kamu akan melakukannya untukku?”
Dia termenung dan akhirnya berkata, “Aku akan memberikan jawabannya besok.”
Hatiku langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia sudah tidak ada dirumah. Dan aku menemukan selembar kertas dengan coret-coret tangannya dibawah sebuah gelas yg berisi susu hangat yg bertuliskan….
“Sayang, aku tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan aku menjelaskan alasannya.”
Kalimat pertama ini menghancurkan hatiku. Aku melanjutkan untuk membacanya.
“Kamu bisa (boleh) mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya. Dan akhirnya menangis di depan monitor, dengan sepenuh hati aku akan memberikan jari-jariku untuk membantumu dan memperbaiki programnya.”
“Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dengan tulus aku pasti akan memberikan kakiku supaya bisa mendobrak pintu dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.”
“Kamu suka jalan-jalan ke luar kota, tapi selalu nyasar ditempat-tempat yg baru kamu kunjungi, aku sudah pasti akan menunggu dirumah memberikan mataku untuk mengarahkanmu.”
“Kamu selalu pegal-pegal pada waktu “teman baikmu” datang setiap bulannya. Dan aku pasti akan memberikan tanganku untuk memijat kakimu yg pegal.”
“Kamu senang diam dirumah. Dan aku selalu menjadi khawatir kamu akan menjadi “aneh”. Maka aku akan membelikan sesuatu untuk dapat menghiburmu dirumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yg ku alami.”
“Kamu selalu menatap komputermu dan membaca buku. Itu tidak baik untuk kesehatan matamu. Maka aku harus menjaga mataku agar ketika kita tua nanti, aku masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.”
“Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yg indah. Menceritakan warna-warna bunga yg bersinar indah seperti cantiknya wajahmu.”
“Tapi sayangku…, aku tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena aku tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku.”
“Sayangku aku tahu, ada banyak orang yg bisa mencintaimu lebih dari aku mencintaimu.”
“Untuk itu sayang… jika semua yg telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu. Aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki dan mata yg lain yg dapat membahagiakanmu.”
Air mataku jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi aku tetap berusaha untuk membacanya.
“Dan sekarang, sayangku… kamu telah selesai membaca jawabanku. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini.. tolong bukakan pintu rumah kita. Aku sekarang sedang berdiri di sana dan menunggu jawabanmu.”
“Jika kamu tidak puas,sayangku… biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah,bahagiaku bila kau bahagia.”
Aku segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku. Oh My Good! Dan kini aku tahu.. tidak ada orang yg pernah mencintaiku lebih dari dia mencintaiku.”
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yg kita inginkan. Sesungguhnya dia telah hadir dalam wujud yg lain yg tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita bukan mengharapkan cinta dalam wujud tertentu.
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...