BELUM selesai telinga kita mendengar tudingan miring yang dilayangkan oleh sebagian pihak kepada kegiatan elemen Kerohanian Islam (Rohi), kini jagad pendidikan negeri kita kembali diguncang dengan kasu. tawuran pelajar antara siswa SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta, di kawasan Bulungan, tidak jauh dari Blok M Plaza, pada Senin (24/9) kemarin.
Tawuran ini menyebabkan Alawy, siswa SMA 6 kelas X berusia 15 tahun, tewas akibat terkena bacok di bagian dada.
Menurut saksi, ketika tawuran terjadi, Alawy saat itu sedang makan gulai di tikungan Bulungan. Melihat ada tawuran, dia lantas berlari menyelamatkan diri bersama teman-temannya. Namun naas terjadi. Dia terjatuh di depan KFC Bulungan dan langsung mendapat sabetan celurit di dadanya. Remaja kelahiran 1997 itu pun meninggal dunia. (detik.com/25-09-2012)
Peristiwa ini membuktikan, betapa menyedihkannya pendidikan negara kita. Terutama masalah karakter. Aspek ‘pendidikan akhlak’ dan ‘budi pekerti’ terhadap siswa di sekolah masih sangat kurang. Bayangkanlah bersama, seorang pelajar dengan bangga membawa clurit dan melukai orang lain hingga meninggal. Pantaskah ia disebut orang terpelajar atau berpendidikan?
Lebih ironisnya, peristiwa ini terjadi selang sehari setelah ribuan anak –anak Rohis melakukan aksi damai di bundaran Hotel Indonesia (HI), untuk menentang stigma teroris yang ditudingkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui salah satu stasiun televisi.
Peristiwa tawuran pelajar ini, sekali lagi membuktikan ada yang salah dunia pendidikan kita. Lagi pula semakin menunjukkan, ketidakseriuan pemerintah dalam memprioritaskan pendidikan dan membina karakter generasi bangsa.
Jujur saja, sebagai orang yang pernah melewati masa-masa belajar, aspek ‘pendidikan’ agama, satunya-satunya aspek yang dianggap paling bisa membangun karakter siswa, masih belum mendapatkan porsi yang relevan dalam sistem dan realita pendidikan kita.
Lihat saja, pendidikan agama di sekolah-sekolah umum masih sangat minim. Hanya 2 jam pelajaran saja per pekan. Dengan porsi seminim ini, tentu sangat sulit bagi pemerintah untuk mewujudkan generasi bangsa yang berkarakter dan berdedikasi.
Pasalnya, di negara kita ini, bukan kali pertama mengenal istilah ‘tawuran pelajar’, fenomena tawuran ini bahkan sudah sangat akrab di kalangan siswa-siswa kita. Terutama para pelajar SLTP, SMK dan bahkan mahasiswa.
Tawuran pelajar ini jelas tindak premanisme dan teror. Karena sudah meresahkan masyarakat luas. Apalagi sudah memakan korban jiwa. Apapun kegiatan yang meresahkan dan menimbulkan rasa tidak aman bagi masyarakat jelas-jelas teror.
Sungguh berbanding terbalik dengan kegiatan anak-anak Rohis di masjid-masjid sekolah mereka.
Sayang, para stake-holder negeri ini, lebih curiga pada anak-anak di masjid daripada yang membawa clurit di jalanan. Para pelajar yang mendapatkan ekstra-kurikuler keagamaan di luar jam pelajaran resmi sekolah dalam bentuk Rohis yang sangat concern terhadap dakwah Islam, da sepengetahuan dan pengawasan pihak sekolah justri lebih dicurigai dan mendapat stigma.
Bahkan, Rohis yang diajari bertindak sopan pada guru, orangtua, taat beribadah, justru pernah diusulkan dilarang.
Kajadian tawuran pelajar yang baru saja terjadi telah membuktikan pada kita semua bahwa Rohis adalah solusi, bukan polusi. Karenanya, ia harus menjadi salah –satu alternative agar mampu menjadi problem solver dari fenomena-fenomena tawuran, seks bebas, narkoba, minuman keras dan semacamnya di kalangan remaja kita.
Sekali lagi, musibah ini, semakin membuktikan, bahwa hanya pendidikan Islam-lah yang memiliki sistem dan konsep yang komperhensif dan integral dalam membina manusia. Dan bahwa hanya sistem pendidikan Islam yang Rabbaniyah-lah yang benar-benar bisa mendidik generasi bangsa menjadi generasi yang shaleh dan berdaya guna. Berkarakter dan unggul.
Peristiwa-peristiwa kenakalan remaja, termasuk tawuran ini, juga membuktikan bahwa pendidikan sekuler yang di jalankan oleh negara selama ini hanyalah semu dan palsu. Yang dikhawatirkan justru akan sangat membahayakan negara pada suatu hari nanti.
Kini, saatnya pemerintah harus benar-benar mengkaji ulang implementasi pendidikan karakter dan budi pekerti di sekolah. Pemerintah, orangtua, lingkungan dan pihak sekolah harus secepatnya merealisasikan dan mengaodbsi kegiatan Rohis dalam pola kegiatan dan pembelajarannya. Karena hanya inilah sistem pendidikan yang bergaransi. yang telah melahirkan generasi-generasi unggul, berkarakter dan berdedikasi tinggi sepanjang peradaban ummat. Sebagai penutup, bukti sudah menunjukkan, “Rohis disudutkan, tawuran membuktikan!”