Sejarawan sains kerap menyejajarkan kemasyhuran Nasirudin al-Tusi dengan  Thomas Aquinas. Betapa tidak, al-Tusi memang seorang saintis Agung yang  terlahir di dunia Islam pada abad ke-13 M. Kontribusinya  bagi  perkembangan ilmu pengetahuan modern begitu luar biasa. Hidupnya  didedikasikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban  Islam. Al-Tusi pun dikenal sebagai ilmuwan serbabisa. Beragam ilmu  pengetahuan dikuasainya, seperti  astronomi, biologi, kimia, matematika,  filsafat, kedokteran hingga ilmu agama Islam. Ilmuwan asal Persia ini  bernama lengkap Abu Jafar Muhammad ibn Muhammad ibnu al-Hasan Nasiruddin  al-Tusi. Ia terlahir pada 18 Februari 1201 di kota Tus yang terletak di  dekat Meshed,  Persia – sekarang sebelah timurlaut Iran.
Ia begitu termasyhur. Tak pelak, jika al-Tusi memiliki banyak nama  antara lain, Muhaqqiq Al-Tusi, Khuwaja Tusi dan Khuwaja Nasir. Ia  terlahir di awal abad ke-13 M, ketika dunia Islam tengah mengalami  masa-masa sulit. Pada era itu, kekuatan militer Mongol yang begitu kuat  terus menginvansi wilayah kekuasaan Islam. Satu demi satu, kota-kota  Islam dihancurkan dan jatuh ke tangan bangsa Mongol.
''Pada masa itu dunia diliputi kecemasan,'' papar  JJ O'Connor dan EF  Robertson. Hal itu membuat rasa aman dan ketenangan para ilmuwan  terusik, sehingga sulit untuk mengembangkan pengetahuannya. Dihadapkan  pada situasi sulit seperti itu, al-Tusi pun tak dapat mengelak. Al-Tusi  tetap belajar dengan segala keterbatasan yang dihadapi.
Ayahnya adalah guru pertama baginya. Sejak belia, al-Tusi  digembleng  ilmu agama oleh sang ayahnya yang berprofesi sebagai seorang ahli hukum  di Sekolah Imam Keduabelas. Selain digembleng ilmu agama di sekolah  itu, al-Tusi juga mempelajari beragam topik ilmu pengetahuan lainnya  dari sang paman.
Menurut O'Connor dan Robertson, pengetahuan tambahan yang diperoleh  dari pamannya itu begitu berpengaruh pada perkembangan intelektual  al-Tusi. Pengetahuan pertama yang diperolehnya dari sang paman antara  lain; logika, fisika, metafisika. Ia begitu tertarik pada aljabar dan  geometri.
Ketika menginjak usia 13 tahun, kondisi keamanan kian tak menentu.  Pasukan Mongol dibawah pimpinan Jengis Khan yang berutal dan sadis mulai  bergerak cepat dari Cina ke wilayah barat. Sebelum tentara Mongol  menghancurkan kota kelahirannya, dia sudah mempelajari dan menguasai  beragam ilmu pengetahuan.
Untuk menimba ilmu lebih banyak lagi, al-Tusi hijrah dari kota  kelahirannya ke Nishapur – sebuah kota yang berjarak 75 km di sebelah  barat Tus. Di kota itulah, sang saintis agung menyelesaikan  pendidikannya filsafat, kedokteran dan matematika. Dia sungguh  beruntung, karena bisa belajar matematika dari Kamaluddin ibn Yunus.  Kariernya mulai melejit di Nishapur.  Pamornya kian mengkilap, sehingga  ia  mulai dikenal sebagai seorang sarjana yang hebat.
Pada tahun 1220, invasi militer Mongol telah mencapai Tus dan kota  kelahiran Nasiruddin pun dihancurkan. Ketika situasi keamanan tak  menentu, penguasa Ismailiyah Nasiruddin Abdurrahim mengajak sang ilmuwan  itu untuk bergabung. Tawaran itu tak disia-siakannya. Nasiruddin pun  bergabung menjadi salah seorang pejabat di Istana Ismailiyah.
Selama mengabdi di istana itu, ia mengisi waktunya untuk menulis  beragam karya yang penting tentang logika, filsafat, matematika serta  astronomi. Karya pertamanya adalah kitab Akhlag-i Nasiri yang ditulisnya  pada 1232.
Pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan cucu Jengis Khan pada tahun  1251 akhirnya menguasai istana Alamut dan meluluh-lantakannya. Nyawa  al-Tusi selamat, karena Hulagu ternyata sangat menaruh minat terhadap  ilmu pengetahuan. Hulagu yang dikenal bengis dan kejam memperlakukannya  dengan penuh hormat. Dia pun diangkat Hulagu menjadi penasihat di bidang  ilmu pengetahuan.
Meski telah menjadi penasihat pasukan Mongol, sayangnya al-Tusi tak  mampu menghentikan ulah dan kebiadaban Hulagu Khan yang membumihanguskan  metropolis intelektual dunia, Baghdad pada tahun 1258. Terlebih, saat  itu Dinasti Abbasiyah berada dalam kekuasaan Khalifah Al-Musta'sim yang  lemah. Terbukti, militer Abbasiyah tak mampu membendung gempuran pasukan  Mongol.
Meski tak mampu mencegah terjadinya serangan bangsa Mongol, paling  tidak Nasiruddin bisa menyelamatkan dirinya dan masih berkesempatan  untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. "Hulagu sangat  bangga karena berhasil menaklukkan Baghdad dan lebih bangga lagi karena  ilmuwan terkemuka seperti Al-Tusi bisa bergabung bersamanya,'' papar  O'Connor dan Robertson dalam tulisannya tentang sejarah al-Tusi.
Hulagu juga amat senang, ketika Nasirrudin mengungkapan rencananya  untuk membangun Observatorium di Malagha. Saat itu, Hulagu telah  menjadikan Malagha yang berada di wilayah Azerbaijan sebagai ibu kota  pemerintahannya. Pada tahun 1259, al-Tusi pun mulai membangun  observatorium yang megah. Jejak dan bekas bangunan observatorium itu  masih ada hingga sekarang.
Observatorium Malagha mulai beroperasi pada tahun 1262. Pembangunan  dan operasional observatorium itu melibatkan sarjana dari Persia  dibantum astronom dari Cina. Tekonologi yang diunakan di observatorium  itu terbilang canggih pada zamannya. Beberapa peralatan dan teknologi  penguak luar angkasa yang digunakan di observatorium itu ternyata  merupakan penemuan Nasiruddin, salah satunya adalah kuadran azimuth.
Selain itu, dia juga membangun perpustakaan di observatorium itu.  Koleksi bukunya tebilang lengkap, terdiri dari beragam ilmu pengetahuan.  Di tempat itu, al-Tusi tak cuma mengembangkan bidang astronomi saja.  Dia pun turut mengembangkan matematikan serta filsafat.
Di Observatorium yang dipimpinnya itu, al-Tusi berhasil membuat tabel  pergerakan planet yang sangat akurat. Kontribusi lainnya yang amat  penting bagi perkembangan astronomi adalah kitab Zij-i Ilkhani yang  ditulis dalam bahasa Persia dan lalu diterjemahkan dalam bahasa Arab.  Kitab itu disusun setelah 12 tahun memimpin obeservatorium Malagha.
Selain itu, al-Tusi juga berhasil menulis kitab terkemuka lainnya  berudul Al-Tadhkira fi'ilm Al-hay'a (Memoir Astronomi). Nasiruddin  mampul memodifikasi model semesta episiklus Ptolomeus dengan  prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda  langit. Ia wafat pada 26 Juni 1274 di Baghdad. Meski begitu, jasa dan  kontribusinya dalam pengembangan ilmu pengetahuan masih tetap dikenang.
Karya dan Pencapaian Sang Ilmuwan Besar
Selama mendedikasikan  hidupnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, Nasiruddin Al-Tusi telah  menulis beragam kitab yang mengupas bermacam ilmu pengetahuan. Di antara  kitab yang berhasil ditulisnya itu antara lain; kitab Tajrid-al-'Aqaid,  sebuah kajian tentang Ilmu Kalam; serta Al-Tadhkirah fi'ilm al-hay'ah,  sebuah memoir tentang ilmu astronomi.
Kitab tentang astronomi yang ditulis Nasiruddin itu banyak mendapat  komentar dari para pakar astronomi. Komentar-komentar itu dibukukan  dalam sebuah buku berjudul Sharh al-Tadhkirah (Sebuah Komentar atas  Al-Tadhkirah) yang ditulis Abd al-Ali ibn Muhammad ibn al-Husayn  al-Birjandi dan Nazzam Nishapuri.
Selain itu, Nasiruddin juga menulis kitab berjudul Akhlaq-i-Nasri  yang mengupas tentang etika. Kitab lainnya yang terbilang populer adalah  Al-Risalah Al-Asturlabiyah (Risalah Astrolabe). Kitab ini mengupas  tentang peralatan yang digunakan dalam astronomi. Di bidang astronomi,  Nasiruddin juga menulis risalah yang amat populer, yakni Zij-i ilkhani  (Ilkhanic Tables). Ia juga menulis Sharh Al-Isharat, sebuah kritik  terhadap hasil kerja Ibnu Sina.
Selama tinggal di Nishapur, Nasiruddin memiliki reputasi yang  cemerlang, sebagai ilmuwan yang beda dari yang lain. Pencapaian  mengagumkan yang berhasil ditorehkan Nasiruddin dalam bidang matematika  adalah pembuatan rumus sinus untuk segitiga, yakni; a / sin A = b / sin B  = c / sin C. n hri
Kontribusi Sang Ilmuwan bagi  Sains
Astronomi
Ia menulis beragam kitab yang mengupas  tentang Astronomi. al-Tusi juga membangun observatorium yang mampu  menghasilkan tabel pergerakan planet secara akurat. Model sistem  plenaterium yang dibuatnya diyakini paling maju pada zamannya. Dia juga  berhasil menemukan sebuah teknik geometrik yang dikenal dengan  al-Tusi-couple. Sejarah juga mencatat, al-Tusi sebagai astronom pertama  yang mengungkapkan bukti observasi empiris tentang rotasi Bumi.
Biologi
Ia juga turut memberi sumbangan dalam  pengembangan ilmu hayat atau biologi. Ia menulis secara luas tentang  biologi.  Al-Tusi  menempatkan dirinya sebagai perintis awal dalam  evolusi biologi. Dia memulai teorinya tentang evolusi dengan alam  semesta yang terdiri dari elemen-eleman yang sama dan mirip. Menurutnya,  kontradiksi internal mulai tampak , dan sebagai sebuah hasil, beberapa  zat mulai berkembang lebih cepat dan berbeda dengan zat lain.
Dia lalu menjelaskan bagaimana elemen-elemen berkembang menjadi  mineral kemudian tanaman, kemudian hewan dan kemudian manusia. Di juga  menjelaskan bagaimana variabilitas heriditas merupakan faktor penting  dalam evolusi biologi mahluk hidup.
Kimia
Al-Tusi  mengungkapkan versi awal tentang  hukum kekekalan massa. Inilah salah satu kontribusinya yang paling  penting dalam ilmu kimia. "Zat dalam tubuh tak bisa sepenuhnya  menghilang. Zat itu hanya mengubah bentuk, kondisi, komposisi, warna dan  bentuk lainnya yang berbeda.
Matematika
Selain menghasilkan rumus sinus pada  segitiga,  al-Tusi  juga  seorang  matematikus pertama yang memisahkan  trigonometri sebagai disiplin ilmu yang terpisah dari matematika.(rpb) www.suaramedia.com
