Friday, February 4, 2011

Inilah Khottob Palestina yang Melihat Kesyahidannya di Padang Arofah

Kamis, 29 November 2012, alresalah net sampai ke kediaman komandan Nidhal Hassan di daerah Meghraqa, selatan Gaza, di tengah – tengah kerumunan wanita yang berkumpul di kamp khadra’yang dipasangi panji – panji bendera Izuddin Al-Qassam dan foto Muhammad Al-Ja’bary.

Sedih, haru, dan gembira menyelimuti suasana kediaman Nidhal. Berkali – kali ibu Nidhal Hassan mendapatkan ucapan bela sungkawa dan selamat atas syahidnya anak beliau. “Alhamdulillah, Rabb kami telah mewujudkan impiannya. Anak saya syahid. Hari ini adalah hari pernikahannya dan tidak ada yang menangisinya” tutur ibunda komandan yang dijuluki Khottob Palestina itu.

Sang Khottob dari Palestina Berasal dari keluarga Mujahid

Pada hari Ahad, 3 Desember 2012, di situs resminya, Izuddin Al-Qassam memosting tentang kesyahidan dan biografi singkat dari komandan Nidhal Muhammad Hassan. Hari Senin, 17 November 1980, seorang anak yang berbakti, pejuang, pemberani dan baik agamanya di masa mendatang, telah lahir dengan nama Nidhal Muhammad Hassan.

    ......“Alhamdulillah, Rabb kami telah mewujudkan impiannya. Anak saya syahid. Hari ini adalah hari pernikahannya dan tidak ada yang menangisinya” tutur ibunda komandan yang dijuluki Khottob Palestina itu.....

Dia dari keluarga mujahid dan sangat memperhatikan ajaran - ajaran Al-Qur’an. Dari usia dini dia telah dididik untuk menanamkan di hatinya pentingnya menjaga tanah suci, Islam adalah sistem hidup, dan sangat ambisi dengan jihad.

Beliau memulai pendidikan dasarnya di sekolah Al-Ghauts, kamp nushairat, pusat jalur Gaza.dan beliau menyelesaikan sekolah menengahnya di madrasah Khalid bin Walid. Beliau senantiasa mendatangi dan aktif di Masjid Al-Iman di Meghraqa. Beliau memiliki interaksi yang kuat dengan Al-Qur’an Al-Karim.

Pada tahun 1998, beliau bergabung dan aktif di harokah Al-Muqowamah Al-Islamiyyah, Hamas. Pada tahun yang sama, Nidhal pun ikut “kendaraan” Ikhwanul Muslimin. Di saat  kecamuk pertempuran intifadha kedua, beliau bergabung dengan brigade Izuddin Al-Qassam, Pada permulaan tahun 2000 melalui komandan Al-Qassam Abu Bilal Adnan Al-Ghol. Dari komandan Abu Bilal lah, Hassan belajar artileri.

    .....beliau menulis surat kepada isterinya “Diharapkan mengangkat kedua telapak tangan kepada Ilah dengan berdoa  untuk mujahidin agar Allah menjadikan serangan – serangan mereka  sebagai api yang menyala – nyala bagi para penjajah. Dan agar Ia membutakan penglihatan musuh – musuh dari melihat sudara – saudara kami mujahidin serta menjaga pemimpin – pemimpin kami”.....

Merasakan Kehadiran Syahidnya

Dua minggu sebelum kesyahidannya, beliau selalu membericarakan tentang syahid kepada keluarganya. Pada tanggan 11 November 2012, beliau menulis surat kepada isterinya “Diharapkan mengangkat kedua telapak tangan kepada Ilah dengan berdoa  untuk mujahidin agar Allah menjadikan serangan – serangan mereka  sebagai api yang menyala – nyala bagi para penjajah. Dan agar Ia membutakan penglihatan musuh – musuh dari melihat sudara – saudara kami mujahidin serta menjaga pemimpin – pemimpin kami”.

    ......“Aku merasakan kesyahidan telah meliputiku, para bidadari telah meminta dan rindu kedatangan seorang pengantin pria, dan saudara – saudaraku yang syahid telah menunggu”......

Pada tanggal 12 November 2012 ia mengirim surat kepada isterinya yang isinya “Aku merasakan kesyahidan telah meliputiku, para bidadari telah meminta dan rindu kedatangan seorang pengantin pria, dan saudara – saudaraku yang syahid telah menunggu”. Pada hari yang muliah di masa – masa idul Adha, di padang Arofah, beliau melihat bahwa kesyahida jaraknya amat dekat dengannya.

Ternyata Allah mentakdirkan beliau syahid setelah menunaikan ibadah haji. Pada hari kedelapan dari pertempuran “batu – batu Sijjil”, Rabu 21 November 2012, menjelangan shalat maghrib, peswat – pesawat zionis laknatullah membombardir rumah Abu As-Sa’dy, yang mana di dalamnya terdapat Abu Riyadh (Nidhal Hassan) dan tiga rekan dari pejuang Al-Qassam. Komandan Nidhal Muhammad Hassan ditemani Rami Ubaid, Muhammad Abu Atwei, dan dua orang bersaudara, Sa’dy dan Muhammad, berangkat menuju Rabb mereka dengan membawa gelar syuhada. Allahu Akbar!(voa-islam)