“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222).
Sampai saat ini, bahkan hingga akhir dunia manusia tetap menjadikan air sebagai media bersuci dan kebersihan, yakni untuk mandi, berwudhu, mencuci, menyiram, memasak, minum, membersihkan tempat/barang dan lain-lain. Pendeknya air merupakan media yang disediakan Allah Ta’ala untuk mengatasi jutaan keperluan manusia, sehingga air menjadi simbol kehidupan, dan dunia akan hampa dan gersang tanpa benda cair ini. Bahkan sekitar 60% tubuh manusia adalah cairan yang selalu membutuhkan asupan air setiap hari. Alhasil air merupakan kebutuhan hidup dan alat bersuci/kebersihan yang tiada tandingannya. Subhanallah…
Allah Ta’ala melalui lisan Rasul-Nya telah memberikan perintah resmi pengunaan air yang suci sebagai minuman dan alat bersuci. Untuk itu perintah dan petunjuk ini tidak bisa digantikan oleh media lainnya untuk minuman atau bersuci apalagi benda tersebut hasil rekayasa manusia. Adapun media lainnya yang direkomendasikan oleh Islam untuk membersihkan sesuatu bila tiada air atau bersamaan penggunaannya dengan air adalah tanah atau debu. Sebagaimana perintah tayamum, atau membersihkan barang yang terkena najis liur binatang seperti anjing.
Pemerintah orde lama pernah mengeluarkan pernyataan bahwa untuk membersihkan najis liur anjing cukup dengan alkohol dan tak perlu dengan air dan tanah. Lalu para ulama membuat penelitian terhadap dua piring yang terkena najis liur anjing, yang satu dibersihkan dengan alkohol dan yang lainnya dibersihkan dengan air dan tanah sesuai syariat. Ternyata setelah diteliti piring yang dibersihkan dengan alkohol masih bayak menempel bakteri dan kuman berbahaya, sedangkan piring yang dibersihkan secara syar’i bebas dari semua kuman dan mikroorganisme yang membahayakan kesehatan.
Bila sebagian pihak beranggapan alkohol adalah salah satu alat sterilisasi yang andal, dengan pengertian bahwa sterilisasi adalah pemusnahan mikroorganisme, termasuk spora bakteri yang tahan panas, pada kenyataannya bertolak belakang dengan fakta dan pembuktiannya. Di sisi lain kesucian alkohol juga menjadi masalah tersendiri. Karena hampir semua orang menolak jika ditawarkan minuman alkohol murni walau setengah gelas saja, dengan alasan berbahaya atau bisa membakar tubuhnya. Penolakan tersebut membuktikan bahwa alkohol sendiri tidaklah suci atau ‘steril’ materinya. Lalu pertanyaannya, bagaimana benda yang tidak suci digunakan untuk mensucikan sesuatu? Beda bila yang disuguhkan air putih bening nan segar, siapapun ingin segera meneguknya tanpa rasa khawatir sedikit pun.
Mengenai efektifitas alkohol ini, situs kenamaan Wikipedia merilis pernyataan ahli mikrobiologi kenamaan Amerika Serikat Wallace Kelly yang menyebutkan bahwa cairan pembersih tangan berbahan dasar alcohol tidak efektif membunuh bakteri termasuk bakteri e-coli dan salmonella. Karena alkohol tidak mampu menghancurkan spora-spora dan jauh lebih baik air dan sabun saja untuk membersihkannya. Sementara dalam penggunaan parfum saja banyak pihak yang memilih minyak wangi non alkohol, dengan harapan terjaga kesuciannya.
Untuk itu dalam pemahaman ‘sterilisasi’ yang didasarkan pada tujuan membersihkan atau mensucikan sesuatu dari materi yang membahayakan kesehatan selayaknya kaum muslim mengembalikannnya pada prinsip tuntunan Thaharah (bersuci). Tuntunan thaharah adalah panduan terbaik yang tiada bandingnya dalam menegakkan kebersihan dan kesucian dengan media yang suci pula.
Begitu pula dalam membersihkan sarana dan prasarana selayaknya mendasarkannya pada tuntunan thaharah. Termasuk pembersihan alat-alat bekam yang difahami sebagai sterilisasi tentunya cukuplah mendasarkannya pada ajaran thaharah yang haq dan berinilai ibadah. Sebab benda najis dan haram tentunya wajib dihindari dalam amalan pengobatan Islami.
Thaharah
Dalam tuntunannya thaharah meliputi lahir dan batin. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, khianat, sombong, ujub, riya, dan sum’ah. Lalu menggantinya dengan ikhlas, yakin, cinta kebaikan, lemah lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT dengan semua niat dan amal saleh.
Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudu, mandi atau tayammum). Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik dari pakaian orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat salatnya. Thaharah dari hadats adalah dengan wudu, mandi atau tayamum.
Sedangkan alat thaharah; Pertama, Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri apa pun dari najis, seperti air sumur, mata air, air lembah, air sungai, air salju dan air laut, berdasarkan Firman Allah Ta’ala: “Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci.” (QS. Al-Furqan: 48). Sedangkan Rasulullah Saw bersabda:”Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya.” (HR Al-Baihaqi)
Kedua, Tanah yang suci, pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah Saw bersabda: “Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku.” (HR Ahmad). Tanah bisa dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air atau tidak bisa menggunakan air karena sakit atau asbab lainnya. Allah Ta’ala berfirman, “…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci.” (An-Nisa: 43). Rasulullah saw juga bersabda, “Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya.” (HR Tirmizi).