Abdullah Ghul menegaskan bahwa eksekusi mati atas beliau akan menimbulkan instabilitas politik dan ekonomi Bangladesh. “Hukuman mati akan menghalangi kemajuan sosio-ekonomi, instabilitas sosial dan pertumpahan darah,” kutip surat itu. Selain itu, tidak layak vonis mati dijatuhkan kepada orang yang lanjut usia dan sakit-sakitan.
Surat Ghul dikirimkan sehari setelah Menlu Turki, Ahmet Davutoglu mengirim utusan khusus ke Dhaka demi mencegah eksekusi hukuman mati. Empat belas wakil LSM Turki secara khusus mengunjungi pengadilan dan mengawasi jalannya sidang.
Tidak pelak, intrusi ini menimbulkan ketegangan hubungan diplomatik kedua negara. Pemerintah Bangladesh menuduh LSM Turki melakukan tindakan tidak semestinya dan memanggil Duta Besar Turki sebagai protes. Namun sehari kemudian, Ankara gantian memanggil Duta Besar untuk mengklarifikasi pemanggilan tersebut.
Menanggapi hal itu, Ahmad Dzakirin, pemerhati gerakan Islam internasional mengatakan, “Gerakan Islam di Turki kini memainkan peran yang pernah diimpikan Syaikh Hasan Al Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin, bahwa suatu ketika mereka menjadi mercusuar kepemimpinan di dunia (ustadziatul alam), melindungi kemanusiaan dan menyampaikan kebajikan kepada umat manusia. Kita merindukan kepemimpinan itu hadir dan riil didepan mata kita, bukan sekedar retorika, apalagi propaganda.”
Awal tahun 2012, Persatuan Ulama Muslim Internasional yang dipimpin oleh Syaikh Yusuf Al Qaradhawi menyebut penangkapan terhadap Syaikh Ghulam Azzam adalah “memalukan”, dan menyerukan kepada pemerintah Bangladesh untuk membebaskannya segera, menyatakan bahwa “tuduhan bahwa Profesor Ghulam Azam, ulama pendukungnya, dan aktivis Islam melakukan kejahatan perang lebih dari empat puluh tahun yang lalu adalah tidak rasional dan tidak dapat diterima.”
Mantan amir Jamaat-e-Islami Pakistan, Qazi Hussain Ahmad menyatakan pada tanggal 24 Januari 2012, “Saya menyerukan pembebasan segera 89 tahun mantan Amir Jamaat e Islami Bangladesh Profesor Ghulam Azzam dari penjara.(fimadani)