Wednesday, February 2, 2011

Beranda » ‘Tak Ada Angin Tak Ada Hujan Kok Tiba-Tiba Petinggi PKS Ditetapkan Sebagai Tersangka?’

‘Tak Ada Angin Tak Ada Hujan Kok Tiba-Tiba Petinggi PKS Ditetapkan Sebagai Tersangka?’


10

DIREKTUR Eksekutif CIR (Center for Indonesian Reform), Sapto Waluyo, menepis dugaan pengamat (Burhanuddin Muhtadi dan Ray Rangkuti) yang menyebut popularitas PKS akan hancur dalam Pemilu 2014 karena proses penahanan LHI oleh KPK.

“Dalam jangka pendek mungkin terjadi goncangan, tapi kader dan konstituen PKS tergolong kelompok terdidik dan solid. Mereka akan mencermati langkah KPK, apakah profesional dan akuntabel dalam menyidik kasus itu? Jika tidak, maka kredibilitas KPK yang justru jadi pertaruhan,” ujar Sapto, yang pernah terlibat menyusun RUU KPK bersama panitia yang dipimpin Prof. Romli Atmasasmita kepada Islampos.

Anggota tim perumus RUU waktu itu termasuk Taufiqurrahman Ruki, Erry Riyana Hardjapamekas, Amien Sunaryadi, dan Teten Masduki yang mewakili LSM.
  Sapto juga tak yakin proses penyidikan KPK akan pengaruhi konstelasi Pilkada secara signifikan. “Sudah lama gejolak politik nasional kita tak terkoneksi dengan dinamika politik lokal. Misalnya, dalam Pilgub Jabar, elektabilitas Ahmad Heryawan sudah di atas kandidat lain, setelah didampingi Deddy Mizwar. Sementara elektabilitas pasangan Cagub-Cawagub Sumut (Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi) relatif merata dibanding kandidat lain,” jelas Sapto.

Tantangan besar juga menghadang KPK. “Salah satu prosedur yang wajib dilakukan KPK sebelum menetapkan tersangka (dalam tahap penyidikan) adalah melakukan proses penyelidikan (pengumpulan bahan bukti dan pemeriksaan saksi) yang cermat dan komprehensif. Sebab, sekali seseorang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK, maka tak ada SP3 sesuai UU Tipikor. Kasus itu harus dituntaskan sampai peradilan, meskipun proses peradilan bisa beresiko dibebaskannya tersangka/terdakwa. Untuk itu, penetapan tersangka biasanya didahului gelar perkara oleh penyidik dan rapat pleno pimpinan. Jika diantara pimpinan terjadi perbedaan pandangan, maka dilakukan pungutan suara. Di situlah profesionalitas KPK diuji,” jelas Sapto.

Pengamat politik Yon Mahmudi mengaku heran dengan aksi KPK kali ini. “Tak ada angin tak ada hujan kok tiba-tiba petinggi PKS ditetapkan sebagai tersangka, hanya karena pengakuan sepihak yang tertangkap tangan. Memangnya KPK tak perlu konfirmasi atau konfrontasi untuk membuktikan kesaksian valid atau palsu? Memangnya LHI sudah dipantau sejak lama, mungkin disadap komunikasinya dan diselidiki gerak-geriknya selama ini terkait kasus impor daging?” tanya Yon, dosen FIB UI.

Yon Mahmudi pernah menulis disertasi tentang PKS di Australian National University, sehingga setahu dia selama ini justru PKS mendukung gerakan antikorupsi.
  “Tapi, sekarang justru sebagian pendukung KPK akan mencurigai sikap lembaga penegak hukum itu. Bahkan, masyarakat luas akan mendesak KPK untuk bertindak imparsial, agar semua tersangka dan calon tersangka diperlakukan sama.

Misalnya, dalam persidangan kasus Hambalang kan disebut dalam persidangan ada Ketua Umum partai berkuasa yang terlibat, mengapa hal itu tidak segera diusut? Bukan kebetulan, koran The Jakarta Post hari Rabu (30/1) memuat laporan utama tentang penyimpangan pajak keluarga istana. Apa buat KPK itu bukan kasus penting, sementara tugas KPK harus menguji laporan kekayaan pejabat negara?,” tanya Yon lagi.
  Sapto dan Yon melihat KPK tanpa sadar terseret arus politik yang kuat, karena saat ini memang diketahui sebagai tahun politik. “Bukan cuma kredibilitas PKS yang diuji, tapi justru pertama kali, kredibilitas KPK yang jadi pertaruhan,” tegas Sapto, yang pernah menjabat Presidium Nasional Gerakan Rakyat Antikorupsi (GeRAK) Indonesia.

GeRAK Indonesia ikut mengawal seleksi pimpinan KPK periode pertama dan mendorong penyidikan atas Gubernur Aceh Abdullah Puteh sebagai kasus pertama yang ditangani KPK. [islampos]